Jumat, 26 Juni 2015

INTERNATIONAL CONFERENCE DAN RAPAT ANGGOTA 2015



INTERNATIONAL CONFERENCE DAN RAPAT ANGGOTA 2015

International Conference dan Rapat Anggota ASAKKIA telah diselenggarakan pada tanggal 11-15 Juni 2015 di Gereja Maria Bunda Segala Bangsa, Puja Mandala, Nusa Dua, Bali. Keuskupan Bali dan Gereja Kristen Protestan Bali (GKPB), di bawah koordinir Rm. Evensius Dewantoro, menjadi tuan rumah acara ini. 


Sejumlah tokoh agama (pendeta/pastor) sekaligus dosen dari berbagai universitas dan Sekolah Tinggi Teologi di Indonesia menghadiri kegiatan akbar kedua ASAKKIA setelah kongres ASAKKIA 1 di Kupang pada tahun 2013 lalu. Pdt. Daniel Suyarno, M.Th. dari Papua; Rm. Damianus Pongoh, L.Cit. dari Manado; Pdt. Dr. Indu Y. Panggalo dan Pdt. Dr. Sulaiman Manguling dari Toraja; Pdt. Alius Rampalodji, M.Th. dari STT Intim Makasar; Pdt. Dr. Djoko Prasetyo Adi Wibowo, Pdt. Dr, Wahyu Nugroho dan Rm. Dr. J. B. Heru Prakosa dari Yogyakarta; Pdt. Justus Lawalata, Pdt. Made Budiarsa dan Pdt. Ahmen M. Lumira dari Bali, P. Dr. Philipus Tule, Pdt. Dr. Fredrik Doeka dan P. Dr. Bertolomeus Bolong, OCD dari Nusa Tenggara Timur, dll. Pada kesempatan tersebut bergabung pula seorang anggota baru ASAKKIA, Michael Nainggolan, SH, MH, DEA, dosen Universitas Sam Ratulangi Sulawesi Utara. Kehadiran beliau menambah kemilau warna “pelangi” ASAKKIA karena walaupun ia bukan seorang tokoh agama, ia merupakan seorang pemerhati Islam dari sudut pandang hukum sesuai latar belakang pendidikannya. 



Tema utama International Conference adalah “Kehadiran Muslim Minoritas dan Sumbangannya bagi Kerukunan Umat Beragama di Indonesia”. Konferensi dan rapat anggota ini merupakan sarana pembelajaran tentang cara kaum Muslim mempertahankan identitas dan tradisi religius mereka di daerah-daerah di mana Islam merupakan agama para pendatang dan dianut oleh sebagian kecil penduduk lokal, serta sikap hidup konstruktif dan kreatif kedua belah pihak, yakni umat Islam danumat Kristen. 



Tiga keynote speakers memilah tema utama tersebut ke dalam tiga topik pembahasan. Hari pertama, pengkaji Islam senior dari Jerman Prof. Dr. Olaf Schumaan membahas “Muslim Minorities; Western Perspective and Its Contribution to  the Harmony of Indonesian Religious People”; P. Dr. J. B. Heru Prakosa, SJ. membahas “‘Yang Kecil’ dan ‘Yang Besar’ dalam Relasi Iman dan Kearifan Lokal demi Kebaikan Bersama”; dan Dr. Moch. Nur Ichwan membahas “Islam Radicalism and Its Implsication to the Muslims dan Christians Relation in Indonesia”. Hari kedua dilanjutkan dengan presentasi oleh seluruh anggota ASAKKIA yang hadir.



FASILITATOR
TOPIK
Pdt. Daniel Suyarno, M.Th.
Perkembangan Islam Pribumi Papua
Pdt. Dr. Indu Y. Panggalo
Kerukunan antarumat Beragama di Toraja
Pdt. Dr. Sulaiman Manguling
Interaksi Islam dan Budaya Lokal Luwu’
P. Dr. Philipus Tule, SVD
Muslim Pribumi di Maundai-Keo: Antara Dar al-Islam dan Rumah Budaya
P. Dr. Bertolomeus Bolong, OCD
Komunitas Islam di Kupang: Sejarah, Identitas, Interaksi dengan Budaya Lokal
Pdt. Dr. Fredrik Y. A. Doeka
Islam Alor di Bawah Bayang-bayang Adat
Pdt. Dr. Wahyu Nugroho
Kita Berjumpa karena Perkenanan Allah: Tarekat Naqshbandiyah Nazimiah dan Interreligious Dialogue
Pdt. Dr. Djoko Prasetyo Adi Wibowo
Kajian Islam sebagai Upaya Menemukan Identitas Diri demi Partisipasi Mengembangkan Makna dan Narasi Bersama “Menjadi Manusia”
P. Dr. J. B. Heru Prakosa, SJ
Pemikir Muslim Klasik tentang ”Kata” & “Makna”: Dan Implikasinya dalam Dialog Agama
Michael G. Nainggolan, SH, MH, DEA
Tindak Kekerasan oleh Oknum Polri: Suatu Proposal Riset




Keunikan komunitas muslim pribumi dari sisi Timur, Tengah dan Barat Indonesia dipaparkan sebagai informasi dan materi kajian yang bernilai. Kaum muslim pribumi di teritori mana pun dari Indonesia tempat mereka menetap, adalah kelompok masyarakat yang toleran, menghargai budaya, memiliki ikatan kekerabatan, sejarah dan emosional dengan komunitas agama lain, serta turut menjadi penyumbang nilai-nilai kerukunan di NKRI yang plural. Sesuai dengan hasil rapat bersama anggota ASAKKIA, semua materi, kecuali tiga materi yang telah dipbulikasikan melalui bunga rampai berjudul “Wacana Identitas Muslim Pribumi NTT”, akan dikemas menjadi sebuah buku  berjudul “Mozaik Muslim Nusantara” agar dapat dibaca oleh banyak pihak. Dengan demikian, dari Bali, ASAKKIA terus berkomitmen untuk menebarkan dan memperkokoh cinta kasih dalam keragaman di Indonesia.

Elina (Staf ASAKKIA)

Jumat, 05 Juni 2015

BUKU "WACANA IDENTITAS MUSLIM PRIBUMI NTT"


Bunga Rampai WACANA IDENTITAS MUSLIM PRIBUMI NTT (Editor: Philipus Tule, Fredrik Doeka, Ahmad Atang).

Harga Edisi Soft-Cover @Rp.150.000 dan Edisi Istimewa Hard-Cover @Rp.200.000).

Secara ringkas, Bunga Rampai WACANA IDENTITAS MUSLIM PRIBUMI NTT (dengan  Editor: Philipus Tule , Fredrik Doeka dan Ahmad Atang) mengungkapkan tekad kami sekelompok Peneliti NTT untuk menulis sejenis narasi etnografis mengenai pelbagai komunitas Islam di Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT). Namun karena keterbatasan waktu dan dana, maka penelitian perdana ini dibatasi pada beberapa komunitas saja (Kota Kupang, Bila di Soe, Rote, Waingapu, Alor Pantar, Lamakera di Solor, Maundai di Keo, Pesantren Walisanga Ende dan Universitas Muhammadiyah Kupang). Narasi ini dipresentasikan dengan menggaris-bawahi keterlibatan dan partisipasi pribadi peneliti dan penulis (personal agency) serta umat Muslim (social agency) di pelbagai komunitas itu. Konsep keterlibatan dan partisipasi di sini merujuk pada suatu situasi, sebagaimana digambarkan oleh seorang antropolog Kondo, bahwa manusia pada prinsipnya berusaha mencipta, mengonstruksi, berkarya, dan selanjutnya memerankan
 identitas mereka, yang terkadang secara kreatif berusaha menantang batas-batas agama dan budaya yang melingkungi, baik yang dinamakan ‘diri’ maupun ‘identitas atau cara-cara pengungkapan diri’.

Sebagai komunitas Muslim pribumi yang taqwa, mereka pun masih menjunjung-tinggi kebudayaan setempat sebagai bagian dari identitas mereka. Konsep
mereka tentang alam dunia (kosmologi) yang menjunjung tinggi harmoni dengan tanah adat dan keyakinan bahwa arwah para leluhur hadir dalam aneka monumen budaya dan rumah adat, pada tataran tertentu telah menjembatani jurang dan malah memperkecil konflik antara pelbagai kelompok penganut agama yang ada di NTT.

Kebanyakan penganut Islam pribumi di NTT berbangga bahwa mereka memiliki silsilah (genealogi) formal yang satu dan sama dengan para sanak kerabat yang Kristen sebagai basis identitas mereka, yang secara pragmatis diciptakan dan dilanggengkan di tengah semarak perkembangan masyarakat modern dan umat beragama yang terkadang radikal. Ideologi tentang identitas keislaman yang sedemikian menjadikan mereka bukan saja penghayat agama samawi yang terjewantah dalam Al-Qur’an, Hadis dan Syariat, melainkan juga mencakup apa yang mereka lakukan dan hayati dalam konteks sosial lokal bersama mayoritas penduduk NTT yang Kristen.

Sebagaimana dikenal dalam tradisi Islam di seantero jagat, konsep mengenai hubungan manusia dengan Allah (Yang Ilahi) dan dengan realitas sosial itu bersifat korelatif dan bukannya eksklusif satu sama lain. Apa yang dihayati oleh penganut Muslim pribumi di NTT dalam ranah ubudiyah berbarengan dengan penghargaan yang tinggi akan nilai-nilai kebudayaan lokal menjadi bukti penjembatanan antara ‘Islam yang dicita-citakan’ (the Ideal Islam) dengan ‘Islam yang sungguh dihidupi’ (the living Islam), yang dinamakan inkulturasi Islam.

Masyarakat NTT, baik Kristen maupun Muslim, tak boleh menutup mata terhadap pelbagai perkembangan mutakhir dalam ranah sosial, ekonomi, politik, kebudayaan dan bahkan isu pembaruan dan radikalisme keagamaan seperti spirit Negara Islam Irak Siria (NIIS), yang secara barbaris menghabisi sesama umat yang berbeda paham dengan mereka; atau pun usaha penolakan oleh Front Pembela Islam (FPI) terhadap pelantikan Ir. Basuki Tjahaja Purnama
(Ahok) sebagai Gubernur Daerah Khusus Istimewa Jakarta. Sebaliknya, masyarakat NTT hendaknya senantiasa waspada terhadap pelbagai gerakan keagamaan yang radikal dan cenderung mengafirkan kebudayaan lokal. Umat beragama di NTT harus tetap mendaya-gunakan inteleknya (berijtihad)
agar senantiasa tercipta keharmonisan antara dar al-Islam (rumah Islam) dan dar al-thaqafa (rumah kebudayaan), sampai pada taraf keikhlasan sejati dari mayoritas Kristen untuk menerima seorang tokoh muda yang Muslim, Drs. Anwar Puageno sebagai Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Tingkat I Propinsi NTT.

Sebagai satu penelitian perdana tentu masih ada banyak komunitas Islam dan khasanah agama serta kebudayaan yang belum terrekam, bahkan ada yang
telah direkam namun belum dirumuskan secara lengkap dalam bunga rampai ini. Oleh sebab itu, apa yang masih kurang akan menjadi proyek lanjutan kami ke depan.

Sampaikan salam persaudaraan dalam ALLAH buat  rekan-rekan ASAKKIA.

By. P. Philipus Tule

Rabu, 03 Juni 2015

BEDAH & PELUNCURAN BUKU



SEKILAS TENTANG ACARA BEDAH & PELUNCURAN BUKU
“NABI MUSA: 
TAFSIR INDONESIA TERHADAP PENDIRI UTAMA KEIMANAN ISRAEL”

Suasana khas daerah menyelimuti senja di Kapela Fakultas Teologi Universitas Kristen Artha Wacana Kupang. Putra putri calon sarjana teologi yang berbalutkan aneka varian pakaian adat Nusa Tenggara Timur tersenyum manis menyambut para undangan yang hadir dalam kegiatan Bedah & Peluncuran Buku “Nabi Musa: Tafsir Indonesia terhadap Pendiri Utama Keimanan Israel” karangan Dr. Fredrik Y. A. Doeka, ketua Asosiasi Sarjana Kristiani untuk Kajian Islam Indonesia (ASAKKIA) saat ini. Perpaduan irama musik tradisional-kontemporer Indonesia semakin menyemarakkan suasana kegiatan yang berlangsung pada tanggal 27 Mei 2015 tersebut.

Buku “Nabi Musa” merupakan buah tangan Pdt. Doeka yang direvisi dari tesis doktoralnya. Atas kerjasama dengan Kerk in Actie di Belanda, buku ini kemudian dipublikasikan untuk dapat dibaca oleh kalangan luas. Pendekatan lintas iman menjadi inti dalam menonjolkan tokoh Musa dan nilai-nilai moral dari kisah hidupnya bagi masyarakat Indonesia. Alkitab dan Alquran merupakan dua sumber utama yang digunakan, kemudian disusul dengan karangan-karangan anak negeri berupa buku tafsir, komik, buku cerita, dsb. Secara teratur Pdt. Doeka membahas makna tafsir tentang kehidupan Musa dari sisi iman Kristen dan Islam. Kemudian beliau mencoba mangambil suatu titik temu yang dapat dijadikan referensi bersama tentang nilai-nilai moral dari kehidupan Musa. Penulis tiba pada kesimpulan bahwa Musa adalah seorang pemimpin besar yang patut dijadikan teladan lintas iman sebab selain banyak hal dapat dipelajari dari kepribadiannya, kehadiran tokoh Musa sendiri sebagai seorang nabi besar tidak terbantahkan oleh kedua komunitas agama.   


Kagiatan yang disponsori oleh ASAKKIA dan Fakultas Teologi UKAW Kupang ini semakin bermakna dengan kehadiran tiga orang tokoh yang membedah buku Nabi Musa secara menarik. Mereka adalah Pdt. Dr. A. A. Yewangoe (Ketua Dewan Pembina PGI), Romo Dr. J. B. Heru Prakosa, SJ (Dosen Islamologi Universitas Sanata Dharma/Wakil Ketua ASAKKIA), dan KH. Abdul Kadir Makarim (Ketua Majelis Ulama Indonesia wilayah NTT). Didukung pula oleh Pdt. Dr. Mery Kolimon (Direktur Program Pascasarjana UKAW) sebagai moderator yang menyampaikan kesimpulan-kesimpulan religius-edukatif di akhir acara. Kegiatan seperti ini merupakan bagian dari pelaksanaan program aksi ASAKKIA dan akan terus ditingkatkan pada waktu-waktu mendatang.    


Selasa, 13 Januari 2015

VISI DAN MISI

Visi:
Menjadi Asosiasi yang melakukan kajian Islam untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang setara, penuh kasih dan sejahtera.


Misi:
1. Memberdayakan para sarjana kristiani sebagai pengkaji Islam yang berkualitas.
2. Melakukan kajian Islam yang kritis, komprehensif dan konstruktif.
3. Mengupayakan relasi dengan pemuka dan pemeluk agama lain.

Senin, 15 Desember 2014

BEDAH BUKU "DEMOKRASI PRIBUMI"



Hidup Demokrasi!
Geliat perjuangan menegakkan demokrasi terus memberi warna dunia politik Indonesia. Berbagai kalangan mencoba mendefinisikan makna demokrasi agar sesuai dengan kebutuhan masyarakat Indonesia. Namun tampaknya politik di negara ini sedang dibayangai oleh sistem “demokrasi prosedural”. Hak-hak rakyat untuk mengajukan pendapat seringkali dipangkas oleh prosedur-prosedur pemerintah yang berbelit-belit, bahkan cenderung menguntungkan pihak penguasa. Keadaan ini melahirkan keprihatinan karena sepertinya demokrasi hanya sebuah slogan. Suara-suara lokal belum mendapat tempat yang cukup dalam sistem politik Indonesia. Oleh karena itu, sekelompok ahli menganalisa makna demokrasi berdasarkan nilai-nilai kearifan lokal sebagai suatu upaya untuk mengangkat  nilai-nilai demokrasi dari budaya lokal. Hasil pengkajian mereka dirangkumkan dalam buku “Demokrasi Pribumi” yang disunting oleh Pdt. Dr. Fredrik Y. A. Doeka (Ketua Asakkia) dan Romo Dr. Bertolomeus Bolong, OCD (Sekretaris Asakkia). Buku ini dibedah untuk pertama kalinya pada tanggal 15 Desember 2014 di Universitas Kristen Artha Wacana Kupang oleh Pdt. Dr. J. E. E. Inabuy, STM (Dosen Fakultas Teologi UKAW Kupang): “Demokrasi Pribumi menurut Kacamata Penulis”, Dr. David Pandie (Dosen Fisip Undana Kupang): “Demokrasi Pribumi dan Sumbangannya bagi Penatalayanan Organisasi Massa”, dan Dr. Nobertus Jegalus (Dosen Seminari Tinggi Santo Mikael Unwira Kupang): “Demokrasi Pribumi dan Sumbangannya bagi Penatalayanan Organisasi Gereja”. Acara ini dipandu oleh Pdt. Dr. Adriana Tunliu (Dosen Fakultas Teologi UKAW Kupang) sebagai moderator.